Sabtu, 29 Juni 2013

Day 4: Belajar Hidup dan Beradaptasi Budaya


Materi pada hari ini adalah Belajar Hidup dan Beradaptasi Budaya yang dimulai dari pengenalan teori dari Dr. Irid Agoes, Kepala Studi Amerika Pascasarjana Universitas Indonesia. Beliau menekankan pentingnya intercultural competence atau keterampilan antarbudaya ketika belajar di luar negeri.

Kriteria keberhasilan dalam mencapai keterampilan antarbudaya ada tiga, yaitu:
  1. Perasaan nyaman. Hal ini tampak ketika seseorang berpikir bahwa dia senang di tempat baru tersebut.
  2. Hubungan baik. Hal ini tampak ketika orang-orang di sekitarnya berpikir bahwa ia cocok di tempat tersebut dan juga ditunjukkan dengan adanya rasa hormat, berkawan, berbagi perasaan pribadi dan pemanfaatan waktu luang bersama orang di sana.
  3. Bekerja dengan efektif.

Konsep antarbudaya atau intercultural concept
Culture is the collective programming of the mind distinguishing the members of one group or category of people from others (Geert Hofstede)

Suatu antimodel adalah ketika kita menganggap kita berbudaya dan orang lain yang tidak memiliki budaya yang sama sebagai primitif. Kita harus merubah paradigma tersebut menjadi tidak semua yang tidak sama adalah buruk, hanya berbeda.

Gunung es antar budaya menggambarkan kecenderungan orang untuk melihat hanya bagian atas saja dari puncak gunung budaya yang berupa pakaian, masakan, kesenian, sastra drama, musik, tarian, dll. dan tidak melihat bagian yang tertutup lautan seperti konsep pendidikan, konsep kesederhanaan, konsep kecantikan, konsep waktu, dan konsep bercinta; konsep hubungan atasan dan bawaham, konsep kepemimpinan, konsep kerja, pola persahabatan dan konsep bekerja; pola interaksi, konsep diri, konsep kerja sama, bahasa tubuh, logika, jarak diri, dsb.

Dimensi budaya meliputi komunitas/lingkungan, kebangsaan, propinsi, kota, umur, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, profesi, latar pendidikan, suku, agama, dan latar belakang keluarga.

Tiga tingkat keunikan manusia dapat dilihat pada piramida berikut:

Satu cara paling mudah untuk menghadapi perbedaan adalah menerima perbedaan tersebut apa adanya.

Multikultural Education, Margereth D. Pusch, Intercultural Network, 1981

Proses Komunikasi Budaya dapat dilihat pada skema berikut:


Proses Pemahaman Budaya



Penting untuk diingat: Aku tidak akan menghakimi sebelum aku mengerti. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk mengamati dan memahami sebelum memberikan penilaian terhadap sesuatu atau seseorang.

Indonesia memiliki Individuality Index yang rendah, menunjukkan karakter bangsa kita sebagai penganut paham kolektifisme (collectivism) yang cenderung bertolak belakang dengan paham individualisme. Berikut perbedaan antara keduanya:

Collectivism
Individualism
Sulit melepaskan diri dari ikatan kelompok
Ingin menentukan pilihan sendiri, membutuhkan privasi
Ingin menyenangkan orang lain
Tugas diri sendiri  untuk menyenangkan diri sendiri
Selalu ingin dalam kelompok sehingga sulit inisiatif
Berbeda itu baik
Mencari persetujuan
Memutuskan sendiri
Percaya selalu akan ada yang menolong
Berdikari
Kalau frustrasi, akan menghilang
Ingin menyelesaikan masalah secara terbuka
Memilih kompromi, menghindari konfik
Mementingkan hasil akhir, tidak peduli caranya
Tidak terbuka
Mengakui kesalahan
Tidak ada batas antara pribadi dan professional
Bisa membedakan antara pribadi dan professional
Menginginkan hubungan langsung dan dari hati ke hati
Menginginkan bukti tertulis

Pendidikan antarbudaya berdasarkan Brislin terdiri atas tiga, yaitu:
  1.  Pendidikan kognitif
  2. Pendidikan perasaan
  3. Pendidikan sikap

Dalam penyesuaian budaya kita akan melakukan penambahan dan pengurangan nilai budaya dan juga mempertahankan nilai-nilai yang dianggap penting.

Karakter yang dibutuhkan untuk beradaptasi budaya:
  • Toleransi atas ketidakpastian
  •  Fleksibilitas pemahaman dan perilaku
  •  Percaya diri
  •  Sabar
  •  Semangat mempelajari budaya baru
  •  Kemampuan berkomunikasi
  •  Keterbukaan
  •  Empati
  • Rasa humor

Education is the kindling of a flame, not the filling of a vessel. (Socrates)

Materi dilanjutkan dengan sharing session dari Della Y. A. Temenggung, lulusan Australian National University dan mantan ketua PPI Australia. Beliau berbagi prinsip yang dipegang selama hidup dan belajar di luar negeri.
  • Be ready, be confident. Merasa takut dan tegang tidaklah salah, namun jangan biarkan perasaan tersebut menghentikan langkah. Selama yang kita hadapi adalah manusia, kita pasti bisa
  • Be open-minded. Kita tidak hanya belajar di luar negeri, tapi kita juga belajar untuk melepas (unlearn) hal-hal yang kita pelajari.
  • Stay focused. Energi mengikuti perhatian, sehingga penting untuk mengatur pikiran dan perhatian sehingga terus mengarah ke tujuan. Cara-cara untuk memastikan  hal tersebut dengan membuat support system seperti keluarga, atau teman. Teman atau relasi di luar negeri dapat kita peroleh setelah mengamati dan beradaptasi dan melakukan komunikasi dan interaksi. Komunikasi terutama penting untuk menghindari kesalahpahaman terutama dalam perbedaan budaya.


Beliau mengingatkan bahwa untuk setiap kejadian, ada kali pertama, sehingga jangan ragu untuk mencoba, dan mengulang kembali. Banyak hal-hal baik, tinggal kita menemukannya dan membawanya kembali ke Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar