Materi pada hari ini adalah Belajar Hidup dan
Beradaptasi Budaya yang dimulai dari pengenalan teori dari Dr. Irid Agoes,
Kepala Studi Amerika Pascasarjana Universitas Indonesia. Beliau
menekankan pentingnya intercultural
competence atau keterampilan antarbudaya ketika belajar di luar negeri.
Kriteria keberhasilan dalam mencapai keterampilan
antarbudaya ada tiga, yaitu:
- Perasaan nyaman. Hal ini tampak ketika seseorang berpikir bahwa dia senang di tempat baru tersebut.
- Hubungan baik. Hal ini tampak ketika orang-orang di sekitarnya berpikir bahwa ia cocok di tempat tersebut dan juga ditunjukkan dengan adanya rasa hormat, berkawan, berbagi perasaan pribadi dan pemanfaatan waktu luang bersama orang di sana.
- Bekerja dengan efektif.
Konsep antarbudaya atau intercultural concept
Culture is the collective programming of the mind distinguishing the members of one group or category of people from others (Geert Hofstede)
Suatu antimodel adalah ketika kita menganggap kita
berbudaya dan orang lain yang tidak memiliki budaya yang sama sebagai primitif.
Kita harus merubah paradigma tersebut menjadi tidak semua yang tidak sama adalah buruk, hanya berbeda.
Gunung es antar
budaya menggambarkan
kecenderungan orang untuk melihat hanya bagian atas saja dari puncak gunung
budaya yang berupa pakaian, masakan, kesenian, sastra drama, musik, tarian,
dll. dan tidak melihat bagian yang tertutup lautan seperti konsep pendidikan,
konsep kesederhanaan, konsep kecantikan, konsep waktu, dan konsep bercinta;
konsep hubungan atasan dan bawaham, konsep kepemimpinan, konsep kerja, pola persahabatan
dan konsep bekerja; pola interaksi, konsep diri, konsep kerja sama, bahasa
tubuh, logika, jarak diri, dsb.
Dimensi budaya meliputi komunitas/lingkungan,
kebangsaan, propinsi, kota, umur, status sosial-ekonomi, jenis kelamin,
profesi, latar pendidikan, suku, agama, dan latar belakang keluarga.
Tiga tingkat keunikan
manusia dapat dilihat pada piramida berikut:

Satu cara paling mudah untuk menghadapi perbedaan adalah
menerima perbedaan tersebut apa adanya.

Multikultural Education, Margereth D. Pusch, Intercultural
Network, 1981
Proses Komunikasi
Budaya dapat
dilihat pada skema berikut:

Proses Pemahaman Budaya
Penting untuk diingat: Aku tidak akan menghakimi sebelum aku mengerti. Oleh karena itu,
kita harus berusaha untuk mengamati dan memahami sebelum memberikan penilaian
terhadap sesuatu atau seseorang.
Indonesia memiliki Individuality Index yang rendah,
menunjukkan karakter bangsa kita sebagai penganut paham kolektifisme (collectivism) yang cenderung bertolak
belakang dengan paham individualisme. Berikut perbedaan antara keduanya:
|
Collectivism
|
Individualism
|
|
Sulit melepaskan diri dari ikatan kelompok
|
Ingin menentukan pilihan sendiri, membutuhkan privasi
|
|
Ingin menyenangkan orang lain
|
Tugas diri
sendiri untuk menyenangkan diri
sendiri
|
|
Selalu ingin dalam kelompok sehingga sulit inisiatif
|
Berbeda itu baik
|
|
Mencari persetujuan
|
Memutuskan sendiri
|
|
Percaya selalu akan ada yang menolong
|
Berdikari
|
|
Kalau frustrasi, akan menghilang
|
Ingin menyelesaikan
masalah secara terbuka
|
|
Memilih kompromi, menghindari konfik
|
Mementingkan hasil akhir, tidak peduli caranya
|
|
Tidak terbuka
|
Mengakui kesalahan
|
|
Tidak ada batas antara pribadi dan professional
|
Bisa membedakan antara pribadi dan professional
|
|
Menginginkan hubungan langsung dan dari hati ke hati
|
Menginginkan bukti
tertulis
|
Pendidikan
antarbudaya berdasarkan
Brislin terdiri atas tiga, yaitu:
- Pendidikan kognitif
- Pendidikan perasaan
- Pendidikan sikap
Dalam penyesuaian
budaya kita akan melakukan penambahan dan pengurangan nilai budaya dan juga
mempertahankan nilai-nilai yang dianggap penting.
Karakter yang dibutuhkan untuk beradaptasi budaya:
- Toleransi atas ketidakpastian
- Fleksibilitas pemahaman dan perilaku
- Percaya diri
- Sabar
- Semangat mempelajari budaya baru
- Kemampuan berkomunikasi
- Keterbukaan
- Empati
- Rasa humor
Education is the
kindling of a flame, not the filling of a vessel. (Socrates)
Materi dilanjutkan dengan sharing session dari Della Y. A.
Temenggung, lulusan Australian National University dan mantan ketua PPI
Australia. Beliau berbagi prinsip yang dipegang selama hidup dan belajar di
luar negeri.
- Be ready, be confident. Merasa takut dan tegang tidaklah salah, namun jangan biarkan perasaan tersebut menghentikan langkah. Selama yang kita hadapi adalah manusia, kita pasti bisa
- Be open-minded. Kita tidak hanya belajar di luar negeri, tapi kita juga belajar untuk melepas (unlearn) hal-hal yang kita pelajari.
- Stay focused. Energi mengikuti perhatian, sehingga penting untuk mengatur pikiran dan perhatian sehingga terus mengarah ke tujuan. Cara-cara untuk memastikan hal tersebut dengan membuat support system seperti keluarga, atau teman. Teman atau relasi di luar negeri dapat kita peroleh setelah mengamati dan beradaptasi dan melakukan komunikasi dan interaksi. Komunikasi terutama penting untuk menghindari kesalahpahaman terutama dalam perbedaan budaya.
Beliau mengingatkan bahwa untuk setiap kejadian, ada kali
pertama, sehingga jangan ragu untuk mencoba, dan mengulang kembali. Banyak
hal-hal baik, tinggal kita menemukannya dan membawanya kembali ke Indonesia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar